implementasi TQM pada perusahaan
PENDAHULUAN
Perkembangan
perekonomian di dunia saat ini sangat pesat mengingat betapa banyaknya
perusahaan-perusahaan baru yang mulai tumbuh dan berkembang tidak hanya di
dalam negaranya saja, tetapi juga sudah mengepakkan sayap ke kancah
internasional. Dari perkembangan perekonomian tersebut sudah pasti terdapat
persaingan ekonomi di dunia dan antar perusahaan untuk menjadi perusahaan yang
pertama dan mendapatkan perhatian konsumen di dunia. Hal ini mau tidak mau
menuntut para pekerja yang ada di dalam sebuah perusahaan untuk berkembang atau
mengembangkan ide pikiran mereka untuk bisa menjadi perusahaan yang semakin
berkembang. Pekerjaan tersebut menuntut sebagian besar pada manajemen dalam
mengantisipasi perkembangan perekonomian dunia.
Pasar dunia banyak
dilirik oleh perusahaan-perusahaan di berbagai belahan dunia yang melihat
peluang sektor tersebut sangat besar dan bisa mengubah perilaku konsumen dalam
produk yang mereka tawarkan dan juga menjadi aktor dalam perekonomian dunia.
Perlu diperhatikan juga mengenai kualitas produk yang ditawarkan tersebut
kepada para konsumen. Perusahaan merupakan sebuah organisasi yang dijalankan
oleh orang-orang yang berada di dalamnya untuk mencapai tujuan dari perusahaan.
Dalam perusahaan sangatlah diperlukan adanya sebuah manajemen yang tepat dan
mampu memberikan sebuah perbaikan-perbaikan begitu juga dalam sebuah manajemen
mampu mengarahkan kepada arah kemajuan perusahaan dalam kegiatan ekonominya.
Untuk menghasilkan
kualitas terbaik dibutuhkan usaha perbaikan yang terus-menerus dalam kemampuan
karyawan, proses dan lingkungan. Jalan terbaik untuk memperbaiki
kompenen-komponen tersebut secara terus-menerus adalah dengan
mengimplementasikan Total Quality Management. Untuk meningkatkan penjualan
dapat terjadi jika perusahaan mengimplementasikan secara benar Total Quality
Management di seluruh aspek pada operasional perusahaan. Dibutuhkan secara
terus-menerus pada semua bagian-bagian untuk diimplementasikan untuk melengkapi
pelaksanaan terbaik perusahaan untuk mendapatkan kualitas produk dan pelayanan
seperti yang dibutuhkan, dan hal tersebut nantinya akan berimbas kepada penjualan
perusahaan. [1]
Horngren, et al
(2000:8-9) menyatakan bahwa kunci sukses yang dapat mendorong perusahaan
memiliki daya saing dalam kompetisi ditentukan oleh empat faktor, yaitu cost,
quality, time, and innovation. [2] Sistem
akuntansi manajemen muncul untuk mempertahankan kinerja perusahaan dalam
perubahan lingkungan ekonomi yang membawa kecenderungan utama pada orientasi
konsumen, penerapan Total Quality Management (TQM), waktu sebagai elemen
kompetitif, kemajuan dalam teknologi informasi, kemajuan dalam lingkungan
produksi, pertumbuhan industri jasa, dan persaingan global (Hansen dan Mowen,
2000: 248).[3]
Munculnya Total Quality
Management (TQM) telah menjadi salah satu perkembangan utama dalam praktik
manajemen. TQM mulai diperkenalkan di AS sekitar tahun 1980, terutama dalam
menanggapi tantangan kompetitif dari perusahaan Jepang. Pengakuan TQM sebagai
keunggulan kompetitif telah meluas di seluruh dunia.[4]
Implementasi TQM di dalam perusahaan sangatlah penting untuk mendukung
pencapaian standar kualitas dan menjaga konsistensi kualitas produk dan layanan
produk. Membuat hal-hal tersebut untuk memperoleh pertambahan pelanggan,
stabilitas profit dan percepatan pertumbuhan bisnis. Dalam upaya untuk tumbuh
dan menjaga citra perusahaan, perhatian penuh pada kualitas akan memberikan
dampak positif untuk peningkatan penjualan perusahaan. [5]
Jepang merupakan negara
yang mengajukan konsep TQM yang kemudian diterima dan digunakan di berbagai
belahan dunia. Konsep TQM telah banyak diadopsi oleh perusahaan-perusahaan di
berbagai negara, termasuk di Indonesia. William Edwards Deming menjadi nama
yang memiliki reputasi sangat tinggi di Jepang. Kontribusinya sangat signifikan
dalam kemajuan perekonomian Jepang. Dunia industri dan bisnis di Jepang
berhasil mendunia, karena ajarannya tentang kontrol kualitas secara total.
Pelajaran yang diajarkan oleh Deming adalah:
- Menciptakan tujuan yang konstan dalam meningkatkan kualitas produk ahar kompetitif, unggul dalam persaingan
- Berani berubah untuk mengambil tanggungjawab dalam memimpin serta menghadapi tantangan
- Mengurangi ketergantungan akan pengawasan dengan membangun sistem produksi yang bermutu tinggi
- Meminimalkan biaya keseluruhan dan membangun hubungan yang terpercaya dengan suplier
- Membuat suatu sistem pendidikan untuk pengembangan diri para karyawan, pelatihan pekerjaan dan kepemimpinan
- Mendorong supervisi yang membantu orang dan mesin kerja secara lebih baik
- Menghilangkan kekhawatiran dan kecemasan agar orang-orang bekerja dengan efektif
- Menghilangkan penghalang antar departemen agar seluruh karyawan saling bekerja sama dengan baik.
Tulisan ini berusaha
untuk memaparkan cikal bakal Total Quality Management (TQM) pada perusahaan
Jepang dan implementasinya pada perusahaan di Indonesia, dengan menganalisis
dari critical factor yang menunjang dan menghambat efektivitas implementasi
tersebut.[6]
LANDASAN TEORI
TQM (Total Quality Management)
Menurut Soewarso
Hardjosoedarmo (2004: 1), menjelaskan bahwa TQM adalah implementasi dalam
memperbaiki kuantitatif utama dan jasa dalam pemasukan di organisasi, perbaikan
pada seluruh proses penting dalam organisasi dan usaha meningkatkan pemenuhan
kebutuhan yang konsumen butuhkan pada produk dan jasa dalam masa saat ini dan
yang akan datang. Sedangkan menurut J. Paul Peter dan H. Donnelly dalam Wibowo
(2007: 150) menjelaskan Total Quality Management is organization commintment
for costumer satisfication with continue improvement to business process and
product and services deliver, yang mana mengandung pengertian bahwa TQM adalah
komitemen di dalam organisasi untuk memenuhi kepuasan konsumen dengan
melanjutkan perbaikan dalam proses bisnis dan produk dan layanan jasa.
Berdasarkan pada konsep pemikiran tersebut, maka TQM adalah alat bantu
manajemen dalam perbaikan kualitas di dalam sebuah perusahaan untuk
memaksimalkan daya saing organisasi secara berkelanjutan dalam produk, jasa,
orang (pekerja), proses dan lingkungan dalam seluruh aspek penting dalam produk
dan jasa untuk para konsumen.
Total Quality
Management (TQM) merupakan paradigma baru dalam menjalankan bisnis yang
berupaya memaksimumkan daya saing organisasi melalui fokus pada kepuasan
konsumen, keterlibatan seluruh karyawan, dan perbaikan secara berkesinambungan
atas kualitas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan organisasi
(Krajewski and Ritzman, 2006) [7]. Menurut
Sila et al. (2007) [8]
Total Quality Management (TQM) memainkan peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan kekuatan daya saing perusahaan. Di dalam pasar global yang berubah
secara terus menerus, disamping pengiriman yang cepat (speed of delivery),
kualitas produk juga menjadi salah satu elemen yang penting bagi perusahaan
untuk dapat bersaing (competition). TQM adalah salah satu bentuk praktek
manajemen terbaik dalam perusahaan yang menekankan paradigma kualitas secara
menyeluruh dalam perusahaan.
TQM lebih menekankan
pada produk dan konsumen (customer) bukan produksi massa, karyawan bertanggung
jawab pada peningkatan kemampuan pabrik dalam menyelenggarakan berbagai
aktivitas, namun tanggung jawab untuk mendeteksi perubahan-perubahan yang tidak
sesuai dengan departemen pengendalian kualitas merupakan wewenang dari lini
personalia.
Perbedaan TQM dan
pendekatan bisnis lainnya adalah componen “bagaimana”. Komponen tersebut
terdiri dari 10 element menurut Goetsch dab Darvis dalam kutipan Fandy Tjiptono
& Anastasia Diana (2003: 15-18) [9] adalah:
- Fokus konsumen
Dalam TQM, konsumen
dari dalam maupun luar adalah penggerak. Eksternal konsumen memutuskan produk
dan kualitas jasa yang mereka terima untuk mereka, dan internal konsumen
memutuskan kualitas pada orang, proses dan lingkungan yang berhubungan dengan
produk dan jasa
- Kualitas obsesi
Di dalam organisasi
yang mengimplementasikan TQM, menjaga kualitas dalam segala aspek tidaklah
mudah. Lebih rumit jika konsumen merubah persepsi mereka akan kualitas. Merubah
gaya hidup dan ekonomi dapat merubah persepsi kualitas mereka. Persepsi kosumen
pada kualitas jasa lebih besar dalam pasar yang dapat membuat pemasukan lebih.
Kualitas tinggi dalam jasa lebih dipilih oleh konsumen dan akan lebih
menguntungkan.
- Pendekatan empiris
Pendekatan empiris
sangat penting dalam implementasi TQM, sebagian besar digunakan untuk desain
kerja, proses pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah dalam desain
kerja. Data yang dibutuhkan untuk membuat tolak ukur pengawasan prestasi dan
restrukturisasi.
- Komitmen jangka panjang
TQM merupakan paradigma
baru dalam bisnis. Dibutuhkan budaya perusahaan baru yang baik. Hal ini
merupakan alasan mengapa komitmen jangka panjang sangat penting untuk perubahan
budaya untuk implementasi kesuksesan TQM.
- Tim kerja
Tim yang efektif dapat
membuat rencana pertumbuhan dan membuat salusi untuk memecahkan permasalahan
karyawan yang tidak ada sebelumnya. Kesuksesan tim bergantung pada
masing-masing individu dan komitmen pada setiap anggota tim. Tim kerja dapat
lebih sukses daripada bekerja sendiri.
- Restrukturisasi sistem secara berkelanjutan
Manajemen kualitas
tidak dapat dipisahkan dengan usaha berkelanjutan untuk merestrukturisasi dan
merupakan dasar dari konsep Jepang, Kaizen, mencoba untuk mendapatkan operasi
restrukturisasi berkelanjutan yang terbaik. Restrukturisasi secara
berkelanjutan untuk mengidentifikasi tolak ukur terbaik dan yang dimiliki dalam
proses kerja.
- Pendidikan dan pelatihan
Dalam
mengimplementasikan TQM dalam organisasi, pendidikan dan pelatihan yang baik
harus diberikan kepada karyawan di dalam semua jenjang untuk memahami kualitas
sistem manajemen, bagaimana mereka mempunyai peran dan bagaimana untuk
bertanggungjawab dalam organisasi. Pelatihan adalah peran utama untuk digunakan
organisasi dan kemampuan karyawan untuk menumbuhkan mengimplementasikan
prinsip-prinsip TQM.
8.
Kebebasan yang
terkendali
Dalam TQM, melibatkan
karyawan dan efisiensi yang digunakan dalam membuat keputusan dan pemecahan
masalah merupakan elemen yang penting. Dan elemen tersebut dapat meingkatkan
tanggungjawab diri sendiri dan karyawan dalam keputusan yang sudah dibuat dan
memperkaya pandangan karena banyak pihak.
9.
Kesatuan pada tujuan
TQM akan
diimplementasikan dengan baik jika perusahaan mempunyai kesatuan tujuan. Setiap
upaya dapat berfokus dalam satu tujuan. Bagaimanapun, persetujuan diantara
Manajemen dan karyawan tidak penting.
10.
Melibatkan efisiensi
yang digunakan dan karyawan
Melibatkan efisiensi
yang digunakan dan karyawan penting untuk diimplementasikan dalam TQM. Upaya
untuk melibatkan karyawan memberikan dua manfaat, yaitu:
- Untuk meningkatkan kemungkinan keputusan yang baik, rancana yang baik dan keefktifan restrukturisasi
- Untuk meningkatkan diri sendiri dan tanggungjawan pada keputusan dan melibatkan eksekutif karyawan. Fandy Tjiptono & Anastasia Diana (2003).
Banker et al. (1993) [10]
menemukan bukti empiris bahwa frekuensi pelaporan ukuran kinerja manufaktur
pada karyawan, terkait benar dengan implementasi Just-in-time, kerja sama tim,
dan praktik TQM. Daniel & Reitsperger (1991) [11] memberi
bukti empiris yang mengindikasikan bahwa perusahaan mobil dan elektronik Jepang
yang menggunakan strategi peningkatan kontinyu juga memberikan umpan balik yang
lebih sering untuk memajukan kinerja. Locke and Latham (1990: 52) [12] mengatakan bahwa dari proses pembelajaran,
pelaporan ukuran kinerja yang lebih sering kepada karyawan membantu mereka
mengembangkan strategi tugas efektif yang lebih cepat sehingga meningkatkan
kinerja.
Perilaku produktif
karyawan dapat ditingkatkan dengan menerapkan Manajemen Mutu Terpadu atau Total
Quality Management (TQM) yang merupakan salah satu teknik yang sering digunakan
oleh perusahaan manufaktur dalam rangka meningkatkan kinerjanya dan memaksimumkan
daya saing perusahaan melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungannya. TQM juga mendukung semua karyawan mampu
memberikan kontribusi yang cukup besar dengan kinerja yang baik dalam upaya
mengubah diri dalam persaingan di era globalisasi ini. Seperti penjelasan
Ajamsudin Benny (2006: 96), TQM mempunyai beberapa tujuan:
1. Untuk menciptakan kualitas produk dan jasa
Untuk mandapatkan
keuntungan perushaan, perusahaan seharusnya membuat kualitas produk atau jasa,
perusahaan membutuhkan penataan berkala. Penting untuk dilakukan oleh
perusahaan untuk lebih menambah jumlah konsumen, dan meningkatkan penjualan
perusahaan.
2.
Menjamin kepemimpinan
untuk menghindari kesalahan dan pemborosan
Orang berhadap
pemborosan tidak akan berlanjut dalam waktu lama, karena dampak serius bagi
perusahaan, salah satu dari hal tersebut adalah mengurangi jumlah penjualan
perusahaan. Pemimpin perusahaan bekerja keras untuk meminimalkan kesalahan atau
untuk suatu keputusan untuk menghindari penggunaan waktu dan manajemen sumber
daya.
Adanya sumberdaya
manusia dalam perusahaan sangat penting untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Perusahaan menyadari untuk tidak bergantung pada sumber daya alam
dan teknologi. Untuk bertahan dan berkembang, perusahaan bergantung kepada
manajemen sumber daya manusia.
3.
Menciptakan kompetisi
produk dan jasa
Untuk menciptakan
kompetisi produk dan jasa, perusahaan membutuhkan sistem produksi dan secara
restrukturisasi berkelanjutan dan pemimpin pasar saham dan kepercayaan konsumen.
Menurut Blocher, Chen,
Lin (2000:209), faktor-faktor yang mempengaruhi TQM terdiri dari (1) Berfokus
kepada pelanggan, (2) Berusaha keras untuk melakukan perbaikan berkelanjutan,
(3) Melibatkan seluruh kekuatan kerja. Selain itu Goetsch dan Davis (1997:583)
memberikan klasifikasi fase implementasi yang lebih rinci dan sistematis. Fase
implementasi TQM dikelompokkan menjadi tiga fase yaitu fase persiapan,
perencanaan dan pelaksanaan. Masing-masing fase terdiri atas beberapa langkah
dimana waktu yang dibutuhkan untuk setiap langkah tergantung pada organisasi
yang menerapkannya.
METODE PENELITIAN
Merode penelitian ini
dengan menggunakan Deskripsi analisis dengan pendekatan survey. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan teknik observasi dan studi
literatur. Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan pengamatan langsung
dan pencatatan secara sistematis terhadap obyek yang akan diteliti. Observasi
dilakukan oleh peneliti dengan cara pengamatan dan pencatatan mengenai
pelaksanaan praktek pengelolaan SDM pada perusahaan multinasional berbasis
Jepang yang ada di Jakarta dan Bekasi, khususnya yang berkaitan dengan Total
Quality Management (TQM). Sedangkan studi pustaka (literature study) merupakan
segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang
relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu
dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan
ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku
tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik
lain.
Studi kepustakaan
merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu penelitian.
Teori-teori yang mendasari masalah dan bidang yang akan diteliti dapat
ditemukan dengan melakukan studi kepustakaan. Selain itu seorang peneliti dapat
memperoleh informasi tentang penelitian-penelitian sejenis atau yang ada
kaitannya dengan penelitiannya. Dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya. Dengan melakukan studi kepustakaan, peneliti dapat memanfaatkan
semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan penelitiannya.
Untuk melakukan studi kepustakaan, perpustakaan merupakan suatu tempat yang
tepat guna memperoleh bahan-bahan dan informasi yang relevan untuk dikumpulkan,
dibaca dan dikaji, dicatat dan dimanfaatkan (Roth 1986) [13]
HASIL DAN PEMBAHASAN
TQM Merupakan Implementasi Panduan Spiritual Bagi Perusahaan-Perusahaan
Jepang yang Berlandaskan pada Ajaran Buddhisme
Beberapa penulis
berpendapat bahwa Jepang secara unik mengadopsi TQM karena pengaruh dari
nilai-nilai budaya dan sejarah industrialnya (Boje & Winsor, 1993;
Ishikawa, 1985). [14] Untuk
menguatkan argumen ini, pertama-tama akan dijelaskan peran spiritualitas Jepang
dalam budaya Jepang. Walaupun terjadi perubahan radikal di negara ini pada 200
tahun terakhir, Jepang mempertahankan rasa hormat pada landasan agamanya,
sehingga Buddhisme, Confucianisme, dan Shinto tetap menjadi sentral bagi
praktek religius Jepang. Sebagian besar perusahaan Jepang yang modern biasanya
dua atau bahkan tiga dari kepercayaan tersebut, dan lebih diungkapkan pada
partisipasi dalam ritual ketimbang filosofi/ teologi dan doktrin (Reader et
al., 1993: 33) .[15]
Kepercayaan asli dari
Jepang, Shinto, tetap menjadi kepercayaan bagi Kerajaan Jepang. Karakteristik
utama dari Shinto adalah pada kepercayaan animism pada roh Kami yang mengisi
dunia, yang menghuni segala kehidupan seperti pada gunung, batu, sungai, dan
sebagainya (Reader, et al., 1993: 6). Kepercayaan ini mendominasi praktek
Shinto, mengarah pada perhatian yang kuat dengan polusi dan ritual pemurnian
(Reader, et al., 1993: 34). Filosofi China, yang dikenal di Barat sebagai
Confusianisme masuk ke Jepang pada abad ke-enam dan pemahaman hirarkis mengenai
tatanan social masih menjadi pengaruh utama pada etika social dan norma-norma
hubungan dan perilaku sehari-hari (Varley, 1974: 39). Buddhisme, juga dating ke
Jepang pada abad ke-enam ini, tetapi tidak menjadi agama yang popular hingga
Periode Kamakura (1185-1333), ketika kemudian dipopulerkan sebagai agama yang
menuju pada keselamatan. Buddhisme Jepang lebih menekankan pada pengajaran
segala sesuatu untuk mendapatkan pencerahan atau darma Buddha, tidak hanya
sumber daya dan karakter untuk mengikuti ritual khusus. Reinkarnasi lain dari
Buddhisme Jepang adalah penekanannya pada belas kasihan sebagai tabungan untuk
kehidupan di masa depan, melalui reinkarnasi atau menghindari penderitaan.
Versi Buddha di Jepang disebut dengan Zen, yang menjadi salah satu bentuk
dominan Buddhisme di Jepang (Reader, et al. 1993: 35-37).
Pada tingkat permukaan,
terdapat hubungan parallel yang sangat jelas antara bagaimana pemikiran
Buddhist dan TQM disajikan. Inti pemikiran dari Buddhisme tertuang pada empat
nobel kepercayaan yang diperankan melalui delapan aras, dimana Deming
mengatakannya sebagai “sistem pengetahuan yang mendalam”, terbuat dari empat
komponen (Deming, 1994) dan kumpulan yang lebih lebar untuk aksi ini dikenal
dengan empat belas point (Deming, 1986). Penekanan umum dari disiplin tersebut
adalah pada empat prinsip dasar yang dijadikan melalui daftar praktek-praktek
yang menyajikan kemiripan bentuk pengajaran yang menarik. Akan tetapi,
penggunaan daftar sederhana ini merupakan metode yang umum digunakan oleh guru
di sepanjang sejarah untuk membantu mengingat. Tentunya, Deming bukanlah yang
pertama menggunakan daftar tersebut, walaupun pemikiran Deming sangat
dipengaruhi oleh pendekatan Jepang dalam mempresentasikan gagasannya. Misalnya,
dalam beberapa tahun pertamanya di Jepang Deming berusaha untuk menemukan
metode presentasi yang memudahkan orang Jepang untuk memahami dan mengadopsi
mindset kualitas, seperti yang dipahaminya. Ketika hal ini dilakukan, 14 poin
Deming tidak disajikan di Jepang tetapi murni dikembangkan untuk manajer-manajer
Amerika (Noguchi, 1995). [16] Sebagai
konsekuensinya, kemiripan formal dari presentasi kualitas Deming dengan praktek
pengajaran Buddhisme menarik bagi banyak orang, tetapi tidak mengejutkan.
Kemiripan permukaan lainnya yang mirip antara Buddhisme dan TQM termasuk
pengakuan adanya guru atau sang Pencerah (Buddha – Deming/ Juran), rasa bahwa
terdapat hukum yang mendasari, aturan atau ajaran yang diikuti (Dharma/
Kepercayaan- Variasi, dll), dan mendorong respon kolektif dan kerjasama
(Sangha/ Komunitas – Quality Circles, dll).
TQM berbagi basis yang
sama, karakteristik yang tidak dapat diremehkan dengan Buddhisme. Untuk
memulainya, TQM merupakan filosofi manajemen empiris, yang mendorong manajer
untuk berfokus pada bukti langsung ketimbang pengetahuan yang diasumsikan
(Kujala & Lillrank, 2004) [17]. Point
tersebut secara keseluruhan konsisten dengan Zen Buddhisme, yang mana
diungkapkan kembali segala bentuk mediasi dogmatis (atau intelektual) antara
pengalaman dan pengetahuan. Dengan demikian, posisi filosofi dasar dari Zen
Buddhisme dan TQM memiliki basis yang mirip dengan bagaimana seseorang datang
untuk mengetahui kealamian suatu hal, dan yang meragukan posisi dogmatis. Dalam
budaya Jepang, ketidaksempurnaan hidup, pandangan bahwa tidak ada yang dapat
memuaskan adalah asumsi dasar. Hal ini diimplikasikan oleh nobel pertama dari
empat nobel Buddhist – penderitaan tiada akhir. Penerimaan kepercayaan ini,
tidak dipandang sebagai nihilistik, tetapi lebih dianggap sebagai bukti untuk
menyuburkan seseorang. Aktivitas lain yang berkaitan adalah Kaizen (continous
improvement), yang dihubungkan secara langsung dengan Zen Buddhisme. Zen dalam
Kaizen merujuk pada praktek hal yang baik atau manfaat dengan cara yang
impersonal, sementara kai merujuk pada usaha untuk menciptakan perubahan.
Dengan demikian, Kaizen berbicara tentang perbaikan, tetapi biasanya berarti
usaha yang sedang dilakukan untuk mencapai manfaat impersonal (Lincoln, 1989) [18]. Dalam
mengejar suatu impersonal virtue, menurut Zen menekankan pada kerja keras yang
berkesinambungan untuk mencapai pencerahan (Stupak, 1999: 428), tetapi masih
tetap konsisten dengan penekanan TQM. Ciri-ciri utama manajemen Kaizen antara
lain lebih memperhatikan pada proses produksi dan bukan hasil, manajemen
fungsional silang dan menggunakan lingkaran kualitas dan peralatan lain untuk
mendukung peningkatan yang terus menerus (Cane, 1998:27).
Kaizen selalu sejalan
seiringan dengan Total Quality Management (TQM). Bahkan sebelum filosofi Total
Quality Management ini terlaksana atau sebelum sistem mutu dapat dilaksanakan
dalam suatu perusahaan maka filosofi ini tidak akan dapat dilaksanakan sehingga
perbaikan secara terus menerus (Just In Time) ini adalah usaha yang melekat
pada filosofi Total Quality Managment itu sendiri.
Kunci keunggulan
perusahaan Jepang adalah sangat unggul dalam persaingan salah satu kemampuannya
adalah menghilangkan pemborosan dan menghindari berbagai kesulitan sedangkan AS
sebaliknya mengalami kesulitan dalam menghemat Sumber Daya Alam yang memang
sangat melimpah bila dibandingkan Jepang sehingga istilah perbaikan mutu secara
terus menerus (Just in time) tidak berlaku bagi manajemen Amerika tapi lebih
cenderung just in case.
Pola Pikir TQM pada Perusahaan Jepang
1. Mutu No.1
Mutu menjadi prioritas
utama, tanpa mutu tidak ada pembeli. Tanpa pembeli perusahaan tidak akan
untung. Tanpa keuntungan perusahaan akan bangkrut, sehingga mutu harus menjadi
perhatian yang utama
2. Siklus manajemen (PDCA, SDCA)
Plan-Do-Check-Action
digunakan sebagai sarana peningkatan mutu produk. Dengan memutar siklus PDCA
maka akan banyak sekali Kaizen yang bisa dihasilkan. Ketika mutu sudah dicapai
pada taraf tertentu, maka dilakukanlah suatu sistem standarisasi agar tidak
terjadi kemunduran dengan siklus Standard-Do-Check-Action
3. Manajemen berdasarkan fakta.
Manajemen harus
menggunakan fakta atau data yang riil, bukan atas dasar kira-kira atau opini
semata.
4. Manajemen proses.
Mutu dibuat di dalam
proses, maka harus ada manajemen proses, mutu tidak dibuat dengan inspeksi,
mutu dibuat ketika produk sedang dibuat. Proses yang baik akan menghasilkan
barang yang baik dan apabila proses yang buruk akan menghasilkan barang yang
buruk pula.
5. Orientasi pada market in.
Market-in
mempertimbangkan mutu atas permintaan pasar. Apa yang pasar mau saja yang akan
dipenuhi, dengan jumlah produk yang sedikit dalam jumlah variasi produk yang
banyak.
6. Orientasi pada prioritas.
Menyadari bahwa ada
banyak masalah dan masalah utama saja yang fokus untuk dilakukan perbaikan.
Dengan berorientasi pada prioritas maka segala tindakan perbaikan akan lebih
bermanfaat dan tepat sasaran.
7. Pelanggan
Perusahaan pantang
membuat pelanggan kecewa, mereka tidak ingin merepotkan orang lain. Dengan
menanamkan pola pikir bahwa proses berikutnya adalah pelanggan, maka dengan
demikian akan sangat menyesal apabila ada masalah di dalam proses produksi.
Terdapat tiga proses utama dalam produksi dalam perusahaan yaitu proses sebelum
proses, proses selama proses, proses setelah proses selesai. Dengan tahap ini
maka sebenarnya akan ada banyak proses inspeksi yang double antara proses,
sehingga mutu bisa segera diketahui jika ada masalah.
8. Standarisasi
Standarisasi digunakan
untuk upaya mencegah kemunduran level mutu. Standarisasi akhirnya dijadikan
budaya baru bagi orang perusahaan agar mutu benar-benar dijaga, meskipun dahulu
perusahaan lebih banyak menutup diri, kecemasan akan rahasia sukse perusahaan
ditiru oleh perusahaan lain.
Langkah penting Total Quality Management Jepang
- Kaizen
Proses Perbaikan yang
Berkelanjutan. Perusahaan selalu berusaha meningkatkan efektifitas, efisiensi,
dan produktifitas kerja mereka. Sesuai artinya, filosofi dari Kaizen adalah
melaksanakan perbaikan atau peningkatan yang berkesinambungan. Adapun
realisasinya dalam suatu perusahaan Setiap Karyawan di semua level di dalam
organisasinya dapat berpartisipasi dalam Kaizen, mulai dari Manajemen Puncak
hingga ke level bawah, hal ini bertujuan untuk pengembangan perusahaan ke arah
yang lebih baik. Format Kaizen dapat berupa perseorangan, sistim saran,
kelompok kecil, atau kelompok besar. sampai bawahan atau istilahnya way of life
perusahaan. Beberapa point penting dalam proses penerapan Kaizen yaitu :
- Konsep 3M (Muda, Mura, dan Muri) dalam istilah Jepang. Konsep ini dibentuk untuk mengurangi kelelahan, meningkatkan mutu, mempersingkat waktu dan mengurangi atau efsiensi biaya. Muda diartikan sebagai mengurangi pemborosan, Mura diartikan sebagai mengurangi perbedaan dan Muri diartikan sebagai mengurangi ketegangan.
- Gerakkan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke) atau 5R. Seiri artinya membereskan tempat kerja. Seiton berarti menyimpan dengan teratur. Seiso berarti memelihara tempat kerja supaya tetap bersih. Seiketsu berarti kebersihan pribadi. Seiketsu berarti disiplin, dengan selalu mentaati prosedur ditempat kerja. Di Indonesia 5S diterjemahkan menjadi 5R, yaitu Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin.
- Konsep PDCA dalam KAIZEN. Setiap aktivitas usaha yang kita lakukan perlu dilakukan dengan prosedur yang benar guna mencapai tujuan yang kita harapkan. Maka PDCA (Plan, Do, Check dan Action) harus dilakukan terus menerus.
- Konsep 5W + 1H. Salah satu alat pola pikir untuk menjalankan roda PDCA dalam kegiatan KAIZEN adalah dengan teknik bertanya dengan pertanyaan dasar 5W + 1H (What, Who, Why, Where, When dan How).
- Atarimae Hinshitsu . Nilai fungsi (agar semua berjalan sebagaimana mestinya). Setiap benda yang diciptakan mempunyai fungsi tertentu sehingga memberi kegunaan maksimal. Misalnya, sebuah sepeda motor berfungsi untuk mengantarkan pengendaranya dari satu tempat ke tempat lain. Jika tidak bisa dinyalakan mesinnya, sepeda motor itu dikatan tidak berfungsi.
2.
Kansei
Pengamatan perilaku
konsumen untuk peningkatan kualitas produk. Dalam dunia bisnis,
perusahaan-perusahaan mengamati bagaimana perilaku konsumen dalam menggunakan
produk atau jasa mereka. Setiap konsumen mempunyai kecenderungan yang berbeda.
Namun mereka selalu cenderung untuk terus menggunakan produk atau jasa yang
efektif dan efisien dibanding yang tidak.
3.
Miryokuteki hinshitsu
Nilai keindahan (di
samping nilai fungsi). Mempunyai fungsi saja tidak cukup bagi sebuah produk
untuk mempunyai nilai lebih. Jika tidak berfungsi maka produk tersebut tidak
ada gunanya atau rusak. Fungsi sudah menjadi sebuah standar. Sepeda motor
sebenarnya sudah cukup untuk menjadi sebuah alat transportasi selama ia bisa
menggerakkan mesinnya dan mengangkut penumpangnya.
Kepuasan Pelanggan,
Quality Function Development (QFD), Pemberdayaan Karyawan, Perbaikan
Berkesinambungan dalam TQM perusahaan Jepang
- Kepuasan Pelanggan
Kepuasasn pelanggan
dapat diartikan sebagai perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang
dirasakan. Kepuasan pelanggan akan tercipta jika pelanggan merasakan output
atau hasil pekerjaan sesuai dengan harapan, atau bahkan melebihi harapan
pelanggan. Semua usaha manajemen dalam , pada dasarnya mempunyai suatu tujuan,
yaitu untuk memuaskan pelanggan. Kepuasan pelanggan sangat diharapkan oleh
perusahaan karena akan memberi manfaat, antara lain terjalinnya hubungan yang
erat antara perusahaan dengan pelanggan sehingga memberi peluang untuk
pembelian ulang. Dengan kepuasan pelanggan, reputasi perusahaan menjadi baik
dan dapat membentuk opini publik yang menguntukan perusahaan akan semakin
besar. Pelanggan adalah mereka yang dapat menentukan kualitas. Untuk mengetahui
apakah produk yang dihaslikan suatu perusahaan dapat sesuai dengan kualitas
yang diharapkan pelanggan, perlu dilakukan pemantauan dan pengukuran terhadap
kepuasan pelanggan.
2. Quality Function Develoyment (QFD)
Quality Function
Develoyment (QFD) merupakan suatu metode perencanaan dan pengembangan produk
terstruktur, yang memungkinkan tim pengembangan produk untuk menentukan secara
jelas keinginan dan kebutuhan konsumen dan kemudian melakukan evaluasi secara
sistematis tentang kemampuannya dalam menghasilkan produk untuk memuaskan
konsumen. Tujuan dikembangkannya konsep QFD adalah untuk menjamin bahwa produk
yang telah dihasilkan perusahaan memberikan kepuasan bagi pelanggan, dengan
jalan memperbaiki tingkat kualitas dan kesesuaian maksimal pada setiap tahap
pengembangan produk. Karena pada dasarnya suatu produk yang telah dihasilkan
dengan sempurna bukan berarti telah memberikan kepuasan bagi pelanggan. Hal
terpenting adalah apakah pelanggan tersebut membutuhkan produk sesuai dengan
keinginannya. Manfaat dari Quality Function Develoyment antara lain sebagai
berikut:
- Focus pada pelanggan. QFD memerlukan masukan dan umpan balik dari pelanggan. Informasi berupa masukan dan umpan balik tersebut merupakan persyaratan pelanggan yang spesifik. Dari informasi ini data diketahui seberapa jauh perusahaan telah memenuhi kebutuhan pesaingnya, begitu pula informasi mengenai perusahaan pesaingnya.
- Efisiensi waktu. Dengan telah teridentifikasi persyaratan pelanggan QFD dapat mengurangi waktu dalam pengembangan produk.
- Berorientasi teamwork (kerja sama tim). Karena keputusan dalam proses berdasarkan consensus dan melalui diskusi, maka setiap individu memahami posisinya di dalam tim. Hal itu dapat memperkokoh kerja sama tim.
- Berorientasi pada dokumentasi. Dokumen mengenai semua data yang berhubungan dengan segala proses dan perbandingan persyaratan pelanggan merupakan hasil dari proses QFD. Dokumen dapat berubah setiap ada informasi baru.
- Pemberdayaan Karyawan. Masalah ketenagakerjaan yang sering terlupakan oleh manajemen adalah pemberdayaan karyawan. Sebagian kalangan pengusaha berpandangan bahwa setelah memperoleh tenaga kerja dengan tingkat pendidikan danketerampilan memadai, kemudian melakukan pelatihan dan memberi upah/ gaji yang layak secara otomatis akan diperoleh hasil yang memuaskan. Ternyata pandangan demikian tidak benar. Tidak selamanya seseorang yang digaji dengan cukup tinggi akan puas dengan pekerjaaanya. Banyak sekali faktor yang menyebabkan karyawan merasa puas dan senang bekerja pada suatu organisasi. Sangat penting kiranya manajemen mengetahui dan meyesuaikan antara keinginan karyawan dengan tujuan perusahaan. Salah satu keinginan karyawan dalam suatu organisasi adalah dilibatkan dan diberdayakannya mereka pada semua tingkat organisasi dalam proses pemecahan masalah.
Pemberdayaan dapat
diartikan sebagai pelibatan karyawan dalam suatu proses pembuatan keputusan dan
pemecahan masalah. Pemberdayaan tidak sekedar memberi masukan-masukan atau
umpan balik tetapi juga dilibatkan dalam mempertimbangkan dan menindaklanjuti
masukan tersebut. TQM sendiri merupakan konsep pelibatan dan pemberdayaan
karyawan. Berbeda dengan manajemen partisipatif di mana manajer hanya meminta
bantuan karyawan berupa masukan-masukan yang akan dipergunakan dalam
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, pemberdayaan karyawan mengarahkan
para karyawan membantu dirinya sendiri, sesama rekan karyawan dan perusahaan.
Dengan pemberdayaan karyawan para karyawan merasa dihargai dan diperlukan bukan
sebagai robot atau mesin, melainkan sebagai manusia yang mempunyai akal pikiran
dan kempuan untuk bekerja dengan baik.
Hubungan industri pada
perusahaan Jepang cenderung mengutamakan adanya serikat pekerja, dan hal
tersebut sangat disambut antusias oleh karyawannya. Diskusi antara manajemen
dengan karyawan yang disebut dengan Roushi Kyougi juga dilakukan untuk
mengutarakan pendapat, kebijaksanaan, serta ikatan dalam perusahaan. Selain itu
juga terdapat collective bargaining (forum) yang dilakukan setiap tahun, yang
disebut dengan Dantai Koushou, yang mana dapat memupuk sense of belonging,
hubungan sosial, serta tatanan sosial.
3. Perbaikan Berkesinambungan
Salah satu unsur paling
fundamentalis dari TQM adalah perbaikan berkesinambungan, atau dalam istilah
Jepang dikenal dengan nama Kaizen. Pokok strategi Kaizen adalah menyadari bahwa
manajemen harus berusaha untuk memuaskan pelanggan dan memenuhi kebutuhan
pelanggan bila ingin tetap hidup dan memperoleh laba. Penyempurnaan dalam
bidang mutu, biaya, dan penjadualan (untuk memenuhi kebutuhan akan volume
barang dan hasil produksi) sangat penting. Titik awal perbaikan ialah menyadari
akan adanya masalah. Bila tidak menyadari akan adanya masalah, maka tidak akan
menyadari pula adanya kebutuhan akan perbaikan. Perasaan cepat puas atas apa
yang telah tercapai merupakan musuh besar dari perbaikan ini.
Bangsa Jepang tidak
memulai kebangkitannya dengan suatu sistem yang canggih dan tidak ingin
mencapai sesuatu dengan jalan pintas. Mereka membangun kekayaan dengan
sederhana, seperti dengan sistem 5S yaitu untuk memelihara kondisi yang mantap
dan memelihara kebiasaan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan dengan
baik. Nilai-nilai asli Jepang yang hingga ini masih diterapkan pada
perusahaan-perusahaan MNC Jepang adalah 5S, yaitu Seiri, Seiton, Seiso,
Seiketsu, dan Shitsuke, yang akan dijelaskan sebagai berikut [19] :
- SEIRI
(Arti: Organize/Organisir;
konversi dalam Bahasa Inggris: Sort atau Sorting)
Lingkungan kantor di
Jepang yang super-sibuk sangat rentan akan penumpukan dokumen, kertas-kertas,
dan media kerja lainnya. Masalah serius yang dapat terjadi ketika dokumen
menumpuk adalah banyaknya pekerjaan, pengajuan, atau approval yang tertunda.
Lama-kelamaan, akan sulit untuk memisahkan antara dokumen yang membutuhkan aksi
lebih lanjut, dan mana yang sudah tidak diperlukan dan harus dibuang. Tumpukan
inilah yang akan menghalangi karyawan untuk bekerja secara efisien.
Prinsip dasar seiri
adalah memastikan bahwa tumpukan semacam itu tidak terjadi. Sangat penting
untuk memilah sejak awal, mana yang diperlukan untuk disimpan dan mana yang
tidak. Perusahaan Jepang melakukan SEIRI dengan memberikan tanda (dapat berupa
label warna, kotak wadah, dan sebagainya) yang akan memberi petunjuk,
dokumen/barang apa yang harus disimpan dan mana yang harus dibuang.
2. SEITON
(Arti:
Neatness/Kerapian; konversi dalam Bahasa Inggris: Set in Order atau Simplify)
Setelah semua dokumen
dan benda disortir (mana yang disimpan dan mana yang dibuang), maka kini
saatnya untuk bergerak ke tahap seiton. Disadari atau tidak, kita banyak
membuang jam-jam produktif di kantor untuk mencari atau menjangkau berbagai
barang yang berbeda yang diperlukan untuk pekerjaan. Untuk menghindarinya,
perusahaan Jepang memastikan barang dan dokumen di kantor mereka harus ditata
sedemikian rupa, berdasarkan kepentingan/frekuensi penggunaannya. Mereka
meletakkan barang yang sering dipakai di tempat yang dekat dengan workstation
sehingga mudah dijangkau, dan barang-barang yang jarang digunakan diletakkan di
tempat penyimpanan yang lebih jauh.
Selain meletakkan
barang berdasarkan frekuensi penggunaannya, perusahaan Jepang juga memastikan
bahwa penyusunan barang serta dokumen tersebut harus dilakukan sedemikian rupa
sehingga mudah dikeluarkan/diambil; tidak perlu usaha ekstra untuk
memindahkan/mengeluarkan barang lain yang tidak diperlukan lalu
mengembalikannya lagi. Mereka benar-benar memastikan efisiensi waktu dan
tenaga. Posisi ideal penyimpanan adalah tempat yang masih berada diantara mata
dan pinggul manusia; tidak terlalu tinggi atau rendah.
3. SEISO
(Arti:
Cleaning/Membersihkan; konversi dalam Bahasa Inggris: Shine atau Sweep)
Di Jepang, orang
memiliki prinsip bahwa akan lebih sulit untuk mengembalikan sesuatu benda
kepada kondisi prima setelah beberapa lama terabaikan, dibanding menjaga
kondisi barang tersebut tetap prima. Menjaga setiap benda tetap berada dalam
kondisi terbaik mereka akan memperpanjang waktu pakai dari barang-barang
tersebut dan bahkan dapat mempermudah pekerjaan lainnya. Perusahaan Jepang
melakukan seiso; memastikan setiap benda berada dalam kondisi terbaiknya
sedapat mungkin. Mereka melakukannya dengan menggabungkan rutinitas pembersihan
dan perawatan (maintenance).
4. SEIKETSU
(Arti: Standardisasi;
konversi Bahasa Inggris: Standardize)
Tanpa adanya struktur,
mungkin tidak banyak hasil yang telah didapat dari setiap inisiatif yang pernah
dilakukan akan mampu bertahan. Mereka menyadari, tanpa adanya struktur dan
proses, hasil positif yang telah didapat akan cepat terkikis, sementara banyak
kebingungan yang terjadi, yang akan melempemkan inisiatif 5S. Karena itulah,
mereka melakukan standardisasi dan dokumentasi proses yang akan memastikan
berjalannya SEIRI, SEITON, dan SEISO secara konsisten dengan adanya SOP.
5. SHITSUKE
(Arti: Disiplin;
konversi Bahasa Inggris: Sustain / Self-discipline)
Memulai inisiatif yang
positif bisa jadi merupakan perkara mudah, namun mempertahankan konsistensi dan
hasil dari inisiatif tersebut bisa jadi merupakan aspek yang paling sulit.
Untuk meraih SHITSUKE, perusahaan Jepang mengintegrasikan aktifitas dan penataan 5S kepada proses bisnis
untuk memantau kepatuhan setiap departemen dan sendi organisasi terhadap 5S.
Banyak perusahaan
Jepang menggunakan strategi rewarding, yaitu memberikan penghargaan kepada
orang-orang yang telah berperan dalam implementasi 5S sebagai aktifitas harian,
disamping melakukan aktifitas dan pekerjaan mereka sendiri. Organisasi harus
mencari cara agar integrasi 5S menarik untuk
memastikan keterlibatan seluruh stakeholder.
Implementasi TQM pada
Perusahaan-Perusahaan di Indonesia
Critical Factors yang
Memberikan Kontribusi bagi Keberhasilan TQM di Indonesia Putri dan Yusof (2008)
mengajukan faktor-faktor penting yang memberikan kontribusi bagi keberhasilan
quality engineering bagi industri otomotif di Malaysia dan Indonesia, yaitu:
- Management Responsibility
Perencanaan kualitas
strategis (kejelasan dan orientasi visi/ kebijakan kualitas), yang berarti
kekompakan tim manajemen senior yang berkomitmen untuk memberikan kepuasan
pelanggan dan mengkomunikaskan visi dengan cara yang dapat memobilisasi seluruh
karyawan terhadap tujuan organisasi. Tanggung jawab awal adalah pada
pengembangan kebijakan kualitas perusahaan, yang mengintegrasikan pernyataan
misi/ visi, sasaran strategis dan kebijakan perusahaan.
2. Pengelolaan sumber daya
Organisasi harus
mengidentifikasi dan menyediakan seluruh sumber daya yang diperlukan untuk
mencapai rencana kualitas. Sumber daya ini, termasuk personel yang terlatih dan
memenuhi kualifikasi, fasilitas, peralatan, dan lingkungan kerja yang memenuhi
kebutuhan konsumen. Putri dan Yusof (2008) memandang manajemen sumber daya
sebagai salah satu faktor penting yang akan mempengaruhi keberhasilan
implementasi quality engineering (QE). Faktor penting ini dipisahkan menjadi
tiga sub faktor, yaitu:
1. Sumber daya yang berkaitan dengan teknologi dan produksi (misalnya:
fasilitas dan peralatan);
2. Sumber daya yang berkaitan dengan pemodalan/ finansial; dan
3. Sumber daya yang berkaitan dengan informasi dan komunikasi.
3.
People Management
Keterlibatan dan
pemberdayaan merujuk bahwa komitmen dan kepemimpinan manajemen sendiri,
walaupun sangat fundamental tetapi tidak cukup bagi keberhasilan QE. Hal ini
memerlukan keterlibatan karyawan pada semua fungsi, dan pada semua tingkatan.
Keterlibatan dan partisipasi karyawan terbukti bekerja pada banyak organisasi
sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan dan mencapai kualitas. Ketika
karyawan semakin berkomitmen dan terlibat pada perwujudan visi, nilai, dan
sasaran kualitas, pemberdayaan akan menjadi semakin diperlukan. Keterlibatan
karyawan secara spesifik berkaitan dengan bagaimana karyawan mendorong dan
memungkinkan mereka sendiri melakukan peningkatan kerja di luar tanggung jawab
pekerjaan rutin mereka.
Teamwork adalah salah
satu fitur penting dari keterlibatan, dan tanpa hal tersebut, akan ditemukan
kesulitan dalam memperoleh komitmen dan partisipasi karyawan di seluruh
organisasi (Dale, 2003). Juran dan Gyrna (1980) memberikan contoh dari praktek
teamwork, yang disebut Quality Control Circle (QCC).
4. Kualitas dalam Desain dan Proses
Manajemen proses/
prosedur operasi merupakan sub-faktor yang menekankan pada nilai tambah
terhadap proses, meningkatkan tingkat kualitas dan meningkatkan produktivitas
per karyawan. Motwani (2001) berpendapat bahwa terdapat berbagai macam taktik
yang menekankan pada pencapaian sub-faktor ini seperti memperbaiki metode work
center dan memasang proses yang terkontrol oleh operator sehingga menghasilkan
biaya per unit yang lebih rendah, mencapai kaizen (continuous improvement),
menurunkan biaya material handling, mempromosikan desain untuk program
manufaktur, serta mencapai aliran proses yang singkat.
5. Pengukuran, Analisis dan Perbaikan
Perusahaan harus
mencakup penerimaan yang kuat dan maintenance pengukuran kualitas total dan
rencana benchmarking. Program kualitas harus mengukur persentase jumlah bagian
yang menyimpang dari yang dapat diterima untuk mencegah terjadinya kerusakan /
kesalahan terulang. Teknik pengukuran juga harus dapat memonitor tingkat
kualtias supplier dengan menggunakan proses control statistic (statistical
process control/ SPC) untuk menurunkan variabilitas proses dan menghitung biaya
kualitas (Motwani, 2001). Menurut Yusof dan Aspinwall (1999, 2000) dalam Putri
& Yusof (2008), pengukuran berbeda dikumpulkan, misalnya jumlah barang yang
reject, parts per million dan biaya kualitas, untuk monitoring dan peningkatan
kualitas kinerja. Data-data tersebut sebagian besar disajikan dalam bentuk bar
charts, line graphs, dan diagram pareto. Berbagai macam quality tools dan
teknik digunakan dalam proses yang berbeda. Misalnya, failure mode and effect
analysis (FMEA) dan desain eksperimen terutama digunakan dalam desain dan
proses pengembangan.
6. Manajemen Pemasok (Supplier)
Banyak peneliti
berpendapat bahwa perusahaan harus membangun supply chain partnership untuk
memotivasi supplier dalam menyediakan material yang diperlukan untuk memenuhi
harapan pelanggan (Lau & Idris, 2001; Thiagarajan, et al. 2000) dalam Putri
& Yusof (2008). Lebih lagi, dengan memiliki supply chain management yang
efektif dapat memberikan kontribusi bagi kinerja kualitas dalam banyak cara.
Evaluasi pemasok secara berjala dapat membangu organisasi berbagi informasi dan
meningkatkan mutual understanding. Kemitraan jangka panjang/ hubungan dengan
supplier juga membantu pihak-pihak yang terlibat untuk memecahkan masalah dengan
supplier dan juga membantu pihak-pihak yang terlibat untuk memecahkan masalah
kualitas serta berinvestasi dalam usaha peningkatan kualitas. Supplier
partnership merupakan cara untuk mengembangkan hubungan dengan supplier guna
memastikan bahwa mereka memahami kebutuhan dan keperluan spesifik pelanggan.
Motwani (2001) berpendapat bahwa kemitraan supplier/ vendor seharusnya
didasarkan pada program kualitas dan dokumentasi progress yang dapat diterima
terhadap peningkatan yang berkesinambungan dalam kualitas.
- Fokus pada Pelanggan
Faktor ini melihat pada
informasi yang dapat berguna untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan
bagaimana kinerjanya dibandingkan dengan organisasi serupa. Informasi ini dapat
digunakan untuk perbaikan lebih lanjut untuk membangun pemahaman lingkungan
dimana perusahaan beroperasi di dalamnya (Lau dan Idris, 2001) dalam Putri
& Yusof (2008). Motwani (2001) berpendapat bahwa customer service
seharusnya melayani dua area utama: internal customer service dan external
customer assurance. Komponen-komponen dari internal customer service plan
termasuk penyediaan penyelesaian pekerjaan yang tepat waktu dan dapat
diandalkan, menyajikan perbaikan atau saran penghematan biaya bagi manajemen
dan emmberikan kewenangan pada karyawan untuk solusi yang dapat
diimplementasikan sendiri, cross-training karyawan untuk penguasaan pekerjaan,
serta menyediakan technical training yang memadai.
Faktor Penghambat
Efektivitas Implementasi TQM di Indonesia
Amar & Zain (2001)
melakukan penelitian pada 364 perusahaan manufaktur yang dipilih dari Direktori
Industri Manufaktur Indonesia (BPS, 1999), yang menurut klasifikasinya terdiri
atas makanan, minuman dan rokok; tekstil,pakaian & kulit; kayu & produk
kayu; kertas, cetak, dan penerbitan; kimia, pelumas, batubara, karet &
produk plastik; produk mineral non-metalik; baja; produk baja pabrikasi, mesin
& peralatan; serta industri manufaktur lainnya. Analisis data tersebut
menyingkapkan 11 faktor yang memberikan kontribusi mengikus upaya implementasi
TQM dalam perusahaan. Faktor-faktor yang dimaksud adalah masalah SDM, sikap
terhadap kualtias, budaya, hubungan antar departemen, material, mesin dan
peralatan, informasi yang berkaitan dengan kualitas, metode, pelatihan, dan
pembiayaan.
Di Indonesia, tingkat
pendidikan, keterampilan, dan pemahaman tentang manajemen kualitas serta
asimilasi budaya kerja yang berkualitas masih rendah. Disamping point-point
tersebut, terdapat masalah-masalah seperti konformasi prosedur, moral pekerja
yang rendah, aksi industri, turnover karyawan yang tinggi serta absentisme
membuat implementasi TQM di Indonesia tidak dapat berjalan dengan mulus.
Meneruskan dari respon di atas, terdapat perdebatan kecil mengapa kualitas
kinerja pekerja di Indonesia masih tertinggal di belakang negara-negara Asia,
khususnya Jepang. Studi yang dilakukan oleh Tamimi & Sebastianelli (1998)
dan Salegna & Fazel (2000) juga menempatkan masalah SDM sebagai faktor
kontributor tunggal yang menentukan efektivitas implementasi TQM di Indonesia.
Faktor sumber daya
penting lainnya dalam sampel yang disurvey oleh Amar & Zain (2001) adalah
kondisi mesin yang buruk yang digunakan dalam proses produksi. Masalah-masalah
seperti downtime yang tinggi, penggunaan mesin yang sudah usang dan tidak
layak, serta koordinasi pengadaan suku cadang peralatan yang buruk membuat
program maintenance yang selanjutnya berpengaruh pada proses produksi menjadi
tidak efisien.
Manajemen sendiri,
ditemukan dapat menghalangi implementasi TQM sehingga mengarah pada kegagalan
(Amar & Zain, 2001). Hal ini berasal dari kurangnya komitmen pemimpin untuk
mengimplementasikan TQM, dimana di Indonesia figur pemimpin masih dijadikan
panutan/ teladan penting yang ditiru oleh anak buahnya. Pemimpin merupakan
driver dari inisiatif kualitas, sehingga kepemimpinan yang tidak stabil dapat
mengarah pada hasil yang tidak diinginkan. Hal lain adalah sikap karyawan
terhadap kualtias yang menjadi salah satu tantangan terbesar, karena sangat
sulit untuk mengubah mindset karyawan berkaitan dengan kualitas. Mereka
megatakan bahwa kualitas itu berarti peningkatan biaya, sehingga dengan
demikian tidak dapat diterima sebagai bagian integral dari pekerjaan.
SIMPULAN
Kesimpulan
Negara Jepang merupakan
salah satu negara maju di Asia dengan tidak meninggal kan ciri khas dan
nasionalisme negara Jepang itu sendiri, meskipun orang Jepang membuat
perusahaan dan menjalankan bisnis dan perekonomian di negara lain, tetapi
nilai-nilai nasionalisme Jepang tetap dipegang teguh dan tetap dilaksanakan
dalam segala bidang yang mereka lakukan. Dalam hal pelaksanaan ekonomi dan
bisni, orang Jepang lebih mengedepankan pada sumber daya manusia dalam
perusahaan maupun organisasi yang mereka bentuk dan mereka jalankan. Total
Quality Management yang mengikat pada perusahaan Jepang tidak terlepas dari
budaya Kaizen, sehingga Jepang lebih menerapkan prinsip Kepuasan Pelanggan,
Quality Function Development (QFD), Pemberdayaan Karyawan, Perbaikan
Berkesinambungan dalam perusahaannya.
Pengembangan produk
yang dilakukan perusahaan Jepang adalah memenuhi segmen pasar dengan standar
internasional serta pada sisi kualitas dalam produk. Kegagalan dalam
melakukannya dapat mengakibatkan denda besar dan pencitraan pers yang buruk
yang akan merusak reputasi perusahaan. Perbaikan terus menerus di berbagai
bidang, menghormati, dan kerja sama tim adalah kunci kesuksesan Total Quality
Management dalam perusahan Jepang. Perusahaan-perusahaan Jepang diidentifikasi
memiliki time horizon jangka panjang.
Rekomendasi
Perusahaan-perusahaan
di Indonesia dapat mempelajari dari success story maupun best practice yang
terdapat pada perusahaan Jepang maupun perusahaan-perusahaan di negara lain
yang berhasil mengadopsi TQM. Selain itu, setelah mengetahui faktor-faktor
penting yang dapat mendukung kesuksesan maupun kegagalan dalam efektivitas implementasi
TQM, maka akan bermanfaat apabila perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia
dapat memaksimalkan faktor-faktor penunjang tersebut. Sebaliknya, perbaikan
secara berkesinambungan pun harus senantiasa dilaksanakan untuk meminimalkan
hambatan yang terjadi.
DAFTAR REFERENSI
Amar, Kiyafah & Zuraidah Mohd Zain. (2001). Barriers in the
Implementation of Total Quality Management in Indonesian Manufacturing
Organizations. Jurnal Teknik Industri, Vol. 3, No. 2, Desember 2001: 72-79.
Banker, R., G. Potter, dan R. Schroeder. 1993. Exporting Manufacturing
Performance Measures To Worker: An Empirical Study. Journal of Management
Accounting Research: 33-35.
Cane, 1998. Establishing Kaizen Culture, Circuit Assemble, November.
Daniel, S., dan W. Reitsperger. 1991. Linking Quality Strategy With
Management Control Systems: Empirical Evidence From Japanese Industry.
Accounting, Organizations and Society 17 : 601-618
Dowling, P. & Welch, D. E. (2004) International Human Resource
Management: Managing People in a Multinational Context 4th edition, London UK,
Thomson Learning.
Dowling, Peter J, Marion Festing and Allen D. Engle, 2008. International
Human Resource Management : Managing People in a Multinational Context : Fifth
Edition, South- Western Cengage Learning, United Kingdom
Gaspersz, Vincent. 1998. Manajemen Produktivitas Total. Jakarta.Gramedia
Pustaka Utama.
Gaspersz, Vincent. 2001. Total Quality Management. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Handayani, 2005. Kaizen Culture, Education and Training, New York: Irwing
Professional
Hansen, Don R. and Mowen Maryanne M. 2000. Management Accounting.
Cincinnati Ohio: South-Western College Publishing.
Hari Purnomo, Pengantar Teknik Industri, Graha Ilmu 2004, Yogyakarta.
Hitoshi Takeda, 2006. The Change Management Handbook, New York: Irwing
Professional
Horngren, Charles T., George Foster., Srikant M. Datar. 2000. Cost
Accounting: A Managerial Emphasis. International Edition.
Jurnal Akuntansi Vol.4 No.2 November 2012: 175-186. Pengaruh Penerapan
Total Quality Management (TQM) dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja
Perusahaan dengan Budaya Organisasi Sebagai Variabel Moderasi (Survei
padaPerusahaan Manufaktur di Jawa Barat yang Listing di BEI)
Jurnal Akuntansi, Vol. 1, No. 2, April 2013 : 213-226. ISSN 2337-4314. Pengaruh
Total Quality Management Terhadap Kinerja Financial (Study Pada Perusahaan Jasa
di Kota Pekanbaru Provinsi Riau)
Krajewski, J. Lee and P. R. Larry, 2006, Operations Management Strategy and
Analysis, Fifth Edition, Addison-Wesley Publising Company Inc.
Kujala, J., & Lillrank, P. (2004). Total quality management as a
cultural phenomenon. Quality Management Journal, 11(4), 43-55.
Lincoln, J. R. (1989). Employee work attitudes and management practice in
the US and Japan. California Management Review(Fall), 89-106.
Locke,E., dan G. Latham. 1990. Goal Setting Theory and Task performance”.
New York: Prentice Hall.
Masaaki Imai. 1998. Genba Kaizen : Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya Rendah
Pada Manajemen. Jakarta, Pustaka Brinaman Pressindo.
Majalah Ekonomi Tahun XVII, No.2 Agustus 2007. Total Quality Management,
Sistem Pengukuran Kinerja, Sistem Penghargaan Dan Kinerja Manajerial
Martin Fackler, ― In Toyota Mess, Lesson for Japan”, The New York Times, 8
Februari 2010 (http://www.nytimes.com/2010/02/09/business/global/09toyota.html)
Masaaki Imai. 1991. Kaizen : The Key to Japan's Competitive Success.
Singapore, McGraw-Hill International
Masaaki Imai. 1998. Genba Kaizen: Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya Rendah
Pada Manajemen. Jakarta, Pustaka Brinaman Pressindo.
Motwani, Jaideep (2001). Critical Factors and Performance Measures of TQM,
The TQM Magazine, 13(4), 292 – 300
Nilda Tri Putri & Sha'ri Mohd Yusof. (2008). Critical Success Factors
for Implementing Quality Engineering (QE) In Malaysian's and Indonesian's Automotive
Industries: A Proposed Model. 2008, Korea Automotive Research Institute. IJAIM,
Vol. 2 (December 2008), 1-15
Noguchi, J. (1995). The legacy of W. Edwards Deming. Quality Progress,
28(12), 35-37.
Prajogo D.I., A.S. Sohal (2000) TQM and innovation: A literature review and
research framework, Technovation hal 539–558
Poropat, Arthur & John Keller. (n.d). Buddhism and TQM: An Alternative
Explanation of Japan’s Adoption of Total Quality Management. Department of
Management, Griffith Business School, Griffith University, Australia.
Prajogo, Daniel. I., and Brown, A. 2004. “The Relationship Between TQM
Practice and Quality Performance and the Role of Formal TQM Programs: An
Australian Empirical Study”. Quality Management Journal. 11 (4), pp.31-42
Reader, I., Andreasen, E., & Stafansson, F. (1993). Japanese religions:
Past and present. Honolulu: University of Hawaii Press.
Sila, I. 2007. Examining the effects of contextual faktors on TQM and
performance through the lens of organizational theory: an empirical study,
Journal of Operations Management, Vol. 25, No. 1, pp. 83-109.
Sisnuhadi. (2014). The Relationship between Soft Factors and Hard Factors
of TQM Practices and Organizational Learning. European Scientific Journal,
March 2014 edition, vol. 10, Mo. 7.
The Influence of Total Quality Management (TQM) Applications to Sales
Raising at PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Bandung The 2nd Operations Area.
ISBN: 978-979-99365-7-8.
Tjiptono, Diana, 2003, Total Quality Management, Andi Yogyakarta.p.15-18
[1] The Influence of
Total Quality Management (TQM) Applications to Sales Raising at PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) Bandung The 2nd Operations Area. ISBN: 978-979-99365-7-8.
p.237
[2] Horngren, Charles T.,
George Foster., Srikant M. Datar. 2000. Cost Accounting: A Managerial Emphasis.
International Edition.
[3] Hansen, Don R. and
Mowen Maryanne M. 2000. Management Accounting. Cincinnati Ohio: South-Western
College Publishing.
[4] Prajogo D.I., A.S.
Sohal (2000) TQM and innovation: A literature review and research framework,
Technovation hal 539–558
[5] The Influence of Total
Quality Management (TQM) Applications to Sales Raising at PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) Bandung The 2nd Operations Area. ISBN: 978-979-99365-7-8.
p.237
[6] https://www.linkedin.com/pulse/implementasi-q-m-pada-perusahaan-jepang-dan-di-tri-noviantoro
[7]Krajewski, J. Lee and
P. R. Larry, 2006, Operations Management Strategy and Analysis, Fifth Edition,
Addison-Wesley Publising Company Inc.
[8] Sila, I. 2007.
Examining the effects of contextual faktors on TQM and performance through the
lens of organizational theory: an empirical study, Journal of Operations
Management, Vol. 25, No. 1, pp. 83-109.
[9] Tjiptono,
Diana, 2003, Total Quality Management, Andi Yogyakarta.p.15-18
[10] Banker, R., G.
Potter, dan R. Schroeder. 1993. Exporting manufacturing performance measures to
worker: An empirical study. Journal of Management Accounting Research: 33-35.
[11] Daniel, S., dan
W. Reitsperger. 1991. Linking quality strategy with management control systems:
Empirical evidence from Japanese industry. Accounting, Organizations and
Society 17 : 601-618
[12] ] Locke,E., dan G.
Latham. 1990. Goal Setting Theory and Task performance”. New York: Prentice
Hall.
[14] Poropat, Arthur &
John Keller. (n.d). Buddhism and TQM: An Alternative Explanation of Japan’s
Adoption of Total Quality Management. Department of Management, Griffith
Business School, Griffith University, Australia.
[15] Reader, I., Andreasen,
E., & Stafansson, F. (1993). Japanese religions: Past and present.
Honolulu: University of Hawaii Press.
[16] Noguchi, J. (1995). The
legacy of W. Edwards Deming. Quality Progress, 28(12), 35-37.
[17] Kujala, J., &
Lillrank, P. (2004). Total quality management as a cultural phenomenon. Quality
Management Journal, 11(4), 43-55.
[18] Lincoln, J. R. (1989).
Employee work attitudes and management practice in the US and Japan. California
Management Review(Fall), 89-106.
[19] Masaaki Imai. 1998. Genba Kaizen : Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya
Rendah Pada Manajemen. Jakarta, Pustaka Brinaman Pressindo.
Comments
Post a Comment